Tanpa terasa, ini udah bulan keempat saya di Edinburgh. Time flies, tapi dengan super berkesan. Menyenangkan? Pasti. Walau tentu ga semua yang saya alami adalah cerita bahagia, but yah.. it is what it is :)
Dan berhubung perjalanan menuju dan selama di Edinburgh (les dan test IELTS, pendaftaran universitas, pengurusan visa, biaya hidup, pengalaman perkuliahan etc yang garis besarnya pernah saya ceritain di berkuliah.com) mungkin akan bermanfaat untuk dirangkum, saya juga akan coba tuliskan dengan lebih rinci di sini. Enjoy.
IELTS
Seperti yang saya ceritain ke Obstet di berkuliah.com, saya melalui empat kali test IELTS dan mengikuti empat les bahasa. Dengan persiapan yang tidak jauh-jauh hari, saya rasa semua yang dikasih Allah udah more than I deserve. Meski demikian, ada beberapa hal yang setelah dijalani “I wish that I knew it before” “kayaknya kalo tau sebelumnya, bisa hemat waktu dan uang lumayan” sehingga walau banyaaak yang jauh lebih tinggi perjuangannya dibandingin saya, mungkin perjalanan ini worth telling.
Karena sejak kecil saya trauma dan takut dengan bahasa Inggris sehingga perlu mengejar banyak ketertinggalan dengan mengikuti beberapa les:
- Privat TOEFL ITP. Miss Anik dari Quali Internasional paling berjasa menjadikan bahasa Inggris saya yang sebelumnya separah “I am is Fira” menjadi score ITP yang bisa mendaftar LPDP. Selama delapan hari, beliau dengan sabar ngajarin saya dari sedasar-dasarnya.
- The British Council (TBI) Bandung, kelas IELTS. Simulasi pertama, overall saya 3.5. Iya. 3.5. Dari max 9.0. Nilai listening yang paling parah secara saya kebiasa dengerin orang masuk telinga kanan keluar telinga kiri wehehe. Setelah instropeksi dan sering belajar bareng temen-temen sekelas (hai Okta, Rida, Ayuti, Bobby, Jes, Amel), di simulasi terakhir overall kami semua naik lumayan sehingga saya daftar test IELTS untuk 3 bulan setelah kelas berakhir.
Tapi, menjelang test itu, saya mendapat amanah menjadi ketua pra-Persiapan Keberangkatan (PK) LPDP yang saya pikir “bisa nih disambi belajar dan kerja” padahal “ga sanggup seminggu 2-5x PP. Maaf Kak Emil Kak Iqbal Aris, saya resign” dan udah ga punya energi untuk belajar sama sekali.
Result: Mungkin justru karena tanpa pressure dan pikiran lebih banyak memikirkan PK sehingga rileks, score yang saya dapat overall 7.0 (Reading 9.0, Speaking Listening Writing 6.0). Tbh: kalau temen-temen PK-ku ditanya tentimoni tentang kepemimpinanku, saya yakin akan ada kekurangan terucap. Karena tau bahwa beberapa tindakan seharusnya kusikapi dengan berbeda, saya-pun butuh waktu cukup lama untuk menerima bahwa masa PK adalah limitku sebelum pikiran jernih dan pengendalian diri melonggar. Pembelajaran berharga, no regret :)
- Real English Yogya, General English. Sejak Januari 2016, saya diperintah orang tua untuk berdiam di Yogya agar bisa konsen persiapan IELTS dan pencarian universitas. Dengan nilai IELTS pertama yang melebihi dugaan, saya juga jadi lebih ambisius dan naikin target. Berhubung ngerasa paling parah di speaking, saya daftar Real English kelas general english. Kenapa Real English? Simply karena fasilitasnya jauh lebih bagus dari English First dengan harga yang mirip. Kantinnya juga nyaman semi-gratis (setiap daftar level baru, 10% dari uang pendaftarannya jadi voucher kantin).
Saya menyelesaikan 3 level di sini. Metode pembelajarannya normal tapi cukup untuk membiasakan diskusi bahasa Inggris. Bahkan di pertemuan saat saya sendirian yang hadir, pengajar native-nya khusus (berusaha) memperbaiki pronontiation saya yang parah.
Result: Sebulan setelah mulai les di Real English, saya ujian IELTS lagi. Hasilnya naik: overall 7.0 (Reading 9.0, Listening 6.5, Speaking Writing 6.0).
Meski demikian, saya gatel karena hasil ujian di IDP Yogya speaking dan writingnya ga naik-naik (padahal butuh writing 6.5 buat Manchester) sehingga termakan testimoni kanan kiri yang bilang “nilai di British C*uncil Surabaya dan Bandung lebih baik hati banget” “temenku ada yang speaking dan writing naik 1 band di sana.” Gimana ga tertarik? Tengah Maret, saya ke Bandung. Nginep 2 malem karena test di BC Bandung kalau tidak beruntung (nama di abjad akhir-akhir) bisa dapet jatah speaking di hari selanjutnya
Result: Saya ngerasa ini speaking dan writingnya terbaik yang saya pernah jalani. Speaking penuh canda, rileks, dan semua pertanyaan terjawab. Waktu untuk writing lebih dari cukup. Tapi ternyata hasilnya malah turun: overall 6.5 (Reading 8.5, Listening 6.5, Speaking 6.0, Writing 5.5). *Jadi: ga perlu percaya kalau BC Bandung lebih baik hati ngasih nilai writing-speaking*
- Privat Academic Writing. Kaget writing jadi 5.5, akhirnya kami menghubungi lagi Quali Internasional untuk membantu privat academic writing IELTS. Saya diajar oleh Mbak Achie, pemilik lembaga les-nya yang ber-writing 8.0. Setiap hari saya diminta setor tulisan untuk kemudian beliau komentari dan perdalam grammarnya. Walau karena beliau sibuk di akhir-akhir gurunya diganti jadi orang lain, konsultasi kami tetap jalan via email dan telpon. Saya juga belajar sendiri dengan intensif dan sering jadi orang terakhir di perpus Real English untuk belajar writing.
Result: Pengajar di Real English maupun Mbak Achie yakin saya bisa melampaui score yang saya inginkan. Apalagi merasa sebagai “veteran” di test IDP Yogya, saya udah sama sekali ga deg-deg-an saat test. Tapi ternyata: makin turun. Overall 6.5 (Reading 7.5, Listening 6.5, Speaking 6.0, Writing 5.5).
–
Walau segala pengeluaran ini adalah satu-satunya investasi yang perlu kami keluarkan untuk mendapat gelar master, tapi keluarga saya ga sedemikian berlebihannya sampai sangat enteng menyiakan berjuta-juta rupiah. *sebagian les dan test saya bayar sendiri tapi lebih sering Bapak yang langsung bayar*. Sehingga waktu Bapak menawarkan untuk test sekali lagi, karena usaha udah semaksimal yang saya bisa dan kurvanya justru menurun, saya sadar bahwa mungkin memang ini bukan jalan saya dan ini saatnya saya belajar untuk tau kapan harus berhenti.
Untuk temen-temen yang sedang mempersiapkan IELTS, ini saran saya: (1) reading usahain selesai 30 menit sebelum waktu habis buat ngebaca lagi semua bacaan dari awal, (2) listening selesaiin semua latihan di youtube dan streaming-in BBC, (3) speaking ga perlu maksain memakai kata-kata yang ga familiar daripada kelamaan mikir dan bikin jadi makin gugup/ga natural, (4) writing, saya overthinking. Padahal sama seperti speaking, gunakan aja kata dan susunan kata simple yang kita familiar. Ga perlu juga membahas terlalu “dalam” karena yang dinilai tata bahasa bukan pemahaman kita. Selalu juga jelasin dan sokong setiap argumen yang kita kasih. So… good luck! Seperti yang saya state di berkuliah.com, meskipun saya ga berhasil, bukan berarti ikhtiar test berkali-kali itu selalu sia-sia. Semua temen seperjuangan yang test 4-5 kali berhasil kok mencapai nilai incaran. L dan T berhasil naikin speaking dan writing 6.5 dari 6.0 dengan 4 usaha. Bahkan R berhasil naikin writing dari 4.5 jadi 8.0 dan speaking 5.0 jadi 7.0 dengan 5 percobaan. Don’t worry; rezeki ga akan tertukar :)
UNIVERSITIES ENROLLMENT
Dari googling dan minta pendapat ke banyak orang, saya menemukan tiga universitas yang memenuhi kebutuhan: University of Manchester (ICTs for Development), University of Edinburgh (Science and Technology in Society), dan University of Southamton (Science and Technology in Society).
- University of Manchester. Tujuan utama karena jurusan ICTs for Development baru ada di Manchester dan (saat itu) development study mereka ada di ranking 3 dunia. Ranking dunia, Manchester di urutan 33. Jurusan tersebut minta IELTS overall 6.5 dengan Writing 6.5. I wish that I knew before: Dosen saya mengatakan bahwa dosen ITB tidak bisa memakai kop surat sehingga saya kirim referee dari beliau tanpa kop. Ternyata, referee tersebut ditolak oleh Manchester. Akhirnya setelah hubungin sana sini selama empat bulan, saya bisa mensubmit referee berkop dan 3-4 hari setelahnya menerima conditional offer (kurang writing IELTS).
- University of Edinburgh. Sejujurnya, saya sama sekali belom pernah denger ada universitas bernama Edinburgh ahaha. Bahkan bukan ranking mereka (ke-17 dunia) yang bikin saya mulai tertarik dan menelaah tapi karena.. Sir Conan Arthur Doyle dan J.K. Rowling alumni UoE!! :D Mereka minta IELTS overall 7.0 without any band below 6.0. Decision mereka lama, mungkin karena lagi peak session. Submit tengah Februari, mereka ga ngasih kabar sampai saya telponin dan tanyakan via email tanggal 14 Maret. Akhirnya 3-4 hari setelahnya mereka mengeluarkan unconditional offer.
- Universiy of Southampton. Requirement jurusan mereka: GPA min. 2.8, IELTS min. 6.5, dan ga mempermasalahkan referee letter tanpa kop surat yang kusubmit. Decision mereka juga super cepet: submit Jum’at, decision Selasa. Mereka memberi saya diskon tuition fee 5.000 GBP.
Dalam penentuan universitas, ranking dunia (walaupun penting) bukanlah prioritas utama. Menurut saya lebih penting untuk merhatiin kualitas jurusannya, seberapa inline ilmu-nya dengan tujuan masa depan, dan konduktifitas kota mereka. Universitas yang rankingnya lebih bawah juga bukan berarti pasti lebih inferior; contohnya Cranfield yang ranking dunianya ga mencolok tapi jurusan-jurusannya nomer satu atau satu-satunya di dunia. Postgrad di luar negeri-pun bukan jaminan lebih pinter dari yang postgrad di Indonesia: banyak temen yang brilian memilih untuk berkuliah di Indonesia karena pertimbangan keluarga, waktu, sampai pekerjaan. Everyone has their own priorities and circumtances ;)
VISA
Berbekal tulisan di sini, saya mencoba mengurus visa sendiri demi punya bekal pengalaman untuk anak sekolah di luar *iya emang overthinker*. Ternyata sama sekali ga ribet. Pendaftaran visa UK bisa dilakuin di Jakarta (Kuningan), Bali (+ $55), dan Surabaya (+ $55, hasil dikirim ke rumah). Test TBC juga bisa di tiga kota itu. Saya pilih test TBC di Surabaya (IDR 550.000 (bisa bayar via debit)) di Premiere Surabaya. PS: pastiin kertas resultnya udah ditandatanganin sama dokter. Dokternya luput buat nanda tanganin jadi saya diminta balik ke RS-nya. Sedangkan saya apply visa di Jakarta sekalian mencari perlengkapan winter. Tips Visa: bawa bacaan buat temen nunggu karena HP dimatiin dan tas ga boleh dibawa masuk (ada tempat penitipan, berbayar). Waktu yang saya butuhin sekitar 1 jam pembuatan (tanpa wawancara karena pewawancaranya lagi berhalangan) dan 2 jam antri pengambilan.
PERLENGKAPAN
Ini tempat membeli barang-barang keperluan bertahan hidup.
- Toko Djohan Jakarta, Mangga Dua. Walau ga ada coat-coat lucu, kaus kaki warna-warni, maupun syal warna mencolok di sini, tapi tetep perlu punya beberapa setel keperluan winter karena bulan-bulan pertama di UK, toko-toko masih menjualnya koleksi autumn. Worth buying: (a) long john (@120.000) yang cukup bisa nahan dingin walau pakai rok dan dress saat winter, (b) Syal (@75.000), (c) Kaus kaki hitam (@60.000)
- Uniqlo Grand Indonesia. Semua Uniqlo yang Heatech worth purchasing! Saya lebih saranin beli Uniqlo di Indonesia karena bahan T-Shirtnya (@ 149.000) lebih tebel dari Uniqlo yang saya beli di sini. Pertimbangin beli ukuran besar. Saya beli ukuran XL (ukuran normal saya M).
- Ambarukmo Plaza, Yogya. Koper: apapun yang diskon.
- Toko Hamzah alias Mirota Batik, Malioboro. Souvenir untuk dosen dan temen-temen. Untuk dosen saya siapin kain batik, untuk temen-temen saya kasih pembatas buku (@9.000-an). Tips: ga usah segan obrak-abrik tokonya sampai dapet pembatas buku yang tanpa cacat, hidung wayangnya ga patah, dan warnanya tidak mbleber. Yang penting rapiin sendiri setelah selesai. Saya dan Jey dari 200+ pilihan cuma dapet 24 buah yang layak
- Stationary. Berhubung harga stationary di UK bikin nyesek, sedia stok banyak mulai dari agenda, binder, kertas binder, pulpen, pensil, stabilo, post it, hingga file map.
Saya akan sangat menyarankan untuk membawa ini: obat terutama antibiotik (di sini beli obat suuuuper ribet), tolak angin (3 packs ga cukup), counter pain (buat Euro/UK trip), nutrijell (buat potluck), pembalut (pembalut di sini *yang saya temukan* antara tipis atau susah dicuci), Sambal Bu Rudy, dan sambal terasi/pecel kalau doyan. Sedangkan Indomie dan sambal/kecap ABC ga perlu bawa banyak karena ada dan murah di toko china. Pertimbangin juga untuk vaksin measles di Indonesia dan selesaiin semua masalah gigi termasuk cabut geraham belakang.
MY FIRST FOUR MONTHS
Segala yang terjadi di empat bulan ini.. begitu mengagumkan. Mulai dari perkuliahan, diisolasi seminggu karena terkena measles, melepas orang lama, mendapat orang baru, terpaksa melepas orang baru, perjalanan agama, hingga perjalanan kepribadian yang membawa kesimpulan: saya perlu mereset banyak hal dari awal :)
Perkuliahan
Saya selalu memberikan jawaban ini ke temen-temen yang akan melanjutkan pendidikan non-linear: 1) ya, kita akan perlu untuk mengejar perbedaan pola pikir dan basic knowledge. Tapi kita bakal bisa kok ngukur kemampuan diri dan effort macam apa yang perlu kita keluarin. Terlebih lagi, melanjutkan ke jurusan linear juga bukan berarti lebih ringan terutama anak-anak engineering yang beban kuliahnya jauh lebih berat dari saya yang fisip. Jadi, mau linear atau non-linear sama aja menurut saya bakal sama-sama perlu berjuang, 2) Ahamdulillah nilai semester 1 saya (yang seluruhnya dari essay) ga beda dan ada yang lebih bagus dari classmates yang subjeknya linear maupun native *walau masih selalu mendapat feedback kalau essay saya bahasa Inggris-nya “kacau” hehe*. Inti dari seni belajar di background beda kan: banyak baca tentang isu/kebijakan di bidang itu *dapet banyak ilmu baru itu super exciting!* dan banyak diskusi sama orang-orang di bidangnya biar tau pola pikir mereka. Semua ga mustahil buat dijalanin. Jangan ragu juga maksain diri buat ngasih pendapat di diskusi walau speaking minimum maupun critical thinking ga secanggih orang-orang. Kan di sini kita emang lagi belajar. Kalau mau lihat sekeliling, banyak yang lebih berjuang tentang nilai. Tapi kalau liat ke atas, banyak juga yang logikanya jauh lebih jalan, nulisnya lebih akademis etc. Jadi kita bakal banyak belajar untuk menerima berapa-pun nilai yang didapat sambil ga melan-in kecepetan lari
Kehidupan
Lebih dari segalanya, saya bersyukur atas kehidupan yang saya alami di sini. Setelah melepas orang lama, pada intinya saya mengalami masalah dengan orang baru yang menjadi tendensi. Orang-orang yang mengikuti saya di media sosial pasti tau galaunya saya pada saat itu. Tantangan di organisasi mungkin bisa disikapi sebagai tanda harus ningkatin leadership, kegagalan di test artinya masih harus banyak belajar, etc. Tapi saat bermasalah di hubungan, saya merasa itu sebagai hal yang personal dan rejection seutuhnya sebagai “manusia”. Yang membuatnya menjadi lebih menyakitkan.
Banyak gugatan saya rasakan saat itu, dari “padahal saya menunjukkan sisi negatif karena percaya bahwa dia bisa menerima” sampai “kenapa Allah ga mengabulkan doa dan ikhtiar saya selama ini“. Saya jadi sangat lebih drama, lebih sering curhat di medsos berharap dia ngeliat *padahal ya kagak*, dan kehilangan sinar diri karena insecure. Sampai akhirnya, ada satu titik saya merasa Allah menyuruh saya berhenti. Dan setelah ngelakuin… rasanya hati jadi jauh lebih tenang. Semua rasa hilang begitu aja, berganti jadi rasa malu karena sadar bahwa kedewasaan (dan kelurusan niat) saya menukik tajam selama beberapa bulan ini. Setelah berdamai dengan diri sendiri, Alhamdulillah sekarang saya siap buat pelan-pelan merajut lagi “Syafira” seperti yang ingin saya bentuk :)
PS: Buat yang sedang berjuang juga, ini link yang sangat membantu dalam proses pemulihan [1][2][3][4], dan ini kesimpulan saya [1].
Kehidupan Sehari-Hari
Seharipun ga pernah saya nyesel memilih Edin sebagai destinasi belajar. Bukan karena kota-kota lain ga bagus, but Edin fits me more perfectly. Biaya hidup juga masih wajar. Memang, LPDP memberi uang hidup untuk Edin setara dengan kota-kota lain yang biaya hidupnya lebih rendah, tapi yasudah syukuri aja toh masih sangat cukup.
Akomodasi saya berharga 6.247 GBP setahun. Di bulan awal, saya sengajain bayar untuk setengah tahun supaya 1) ga merasa punya uang banyak dan 2) kalaupun ada apa-apa, kebutuhan primer tagihan flat sudah terpenuhi.
Saya di akomodasi kampus dan berbagi dapur dengan 4 orang mahasiswa internasional lainnya. Kalau berminat liat video suasana flat saya dan temen lain, monggo bisa hubungin Mbak Anik karena saya pernah ngirim ke beliau
Salah satu pertanyaan yang sering saya terima adalah: “uang dari beasiswa cukup ga?“. Saya akan jawab dengan yakin: cukup, sangat cukup. Saya ga memakai uang apapun kecuali dari LPDP (bekal dari orang tua saya kirim balik dan saya ga memakai tabungan apapun). Memang, di awal perlu modal banyak untuk menalangi keperluan pembuatan visa dll (yang disikapi beberapa temen yang belum punya kartu kredit dengan meminjam kartu kredit kenalan yang mereka ganti begitu reimburse dari LPDP turun). Untuk IELTS, banyak yang sengajain ikut simulasi gratis dan mengusahakan hadiah test. LPDP sendiri juga membiayai les dan test IELTS (+ transportasi menuju lokasi dan uang hidup selama les) untuk jalur afirmasi dalam program bernama “Pengayaan Bahasa”. Saya sangat percaya kalau orang-orang yang berjuang dari awal tanpa back-up justru bakal menjadi lebih matang dibandingin saya yang punya jaring pengaman. Orang-orang yang “berjuang” dan berhasil overcome keterbatasannya ada di daftar tertinggi orang yang saya respect-in :)
“Uang dari LPDP pernah telat turunkah?”. Buat saya, belum pernah. LPDP memberi kita uang hidup dengan skema tiga bulan sekali. Jadi, untuk saya yang masa kuliahnya setahun mulai dari September, LPDP memberi uang 4x pada bulan September, Desember, Maret, dan Juni. Kita bisa mulai mengajukan permohonan turunnya uang tersebut setiap tanggal 20 di bulan sebelumnya alias tanggal 20 di bulan November, Februari, dan Mei (untuk bulan pertama bisa mengajukan saat sudah ada bukti pendaftaran ulang). LPDP menjanjikan uangnya akan turun (dan kasus saya janjinya belom pernah dilanggar; bahkan pernah lebih cepat) maksimal 10 hari kerja sejak permohonan kita di-acc. Meski demikian, memang ada beberapa kejadian yang terkendala entah di administrasi dll sehingga ada kemungkinan uangnya ga turun sesuai ekspektasi dan membuat punya tabungan itu wajib banget. PS: saya memilih skema pembiayaan syariah. Jadi, walau memilih skema pembiayaan syariah, sejauh ini living allowance ga lebih lama untuk cair.
Kehidupan Agama
Seperti yang saya ceritakan ke Mbak Yunan dari Kompas.com [1, 2] (iya, saya salah ngasih opsi foto), orang-orang di Edinburgh sangat menghargai perbedaan termasuk perbedaan agama. Memakai rok dan jilbab agak lebar ga menjadi masalah walaupun memang orang-orang jadi lebih terang-terangan nengok buat ngeliatin.
Pakaian yang jelas-jelas menunjukkan kepercayaan juga sebenernya menguntungkan. Saat berkenalan dengan orang baru (non-Indonesia), sangat jarang mereka mengulurkan tangan buat jabat tangan karena mereka ga yakin kita mau sentuhan atau ega. Saat kita menolak untuk berjabat tangan, mereka juga santai tanpa menuntut penjelasan lebih lanjut. Setiap makan bareng, mereka juga mau aja ke tempat halal/ada vegan menu. Sering juga saya ditanya-tanyain tentang agama (“apa sih halal?” “kenapa ga bisa makan babi?” “gimana pandangan Islam tentang X Y Z“) yang bikin makin sadar kalau saya sendiri-pun masih sangaat banyak perlu memperdalam agama.
Makanan sama sekali ga menjadi masalah. Selain beberapa toko daging halal tersedia di samping kampus, restoran halal-pun cukup banyak (my favorite: Zuhus, Marmaris, Kebab Mahal, Yocoko (ayamnya halal), Kampung Ali (ayamnya halal)). Bahan makanan kesukaan tersedia di Starlight (vegetable gyoza, halal shoyu, udon, enoki, soba) dan Matthew (tempe, lele). Beli jajanan di minimarket tinggal cari yang “suitable for vegetarian” plus pastiin kalau tidak mengandung alkohol. Jadi, ga perlu nurunin standard maupun berkompromi tentang ke-halal-an asupan :) Juga ga perlu ragu buat kekeuh makan di tempat halal atau at least ada vegetarian menu kalau lagi jalan ramai-ramai, karena *harusnya* bakal dimengerti (atau, bawa bekal aja dari awal). Selain itu, jangan segan untuk beli alat-alat masak sendiri dan ngasih statement ‘sorry I can’t share‘ supaya ga bercampur sama yang dimasak flatmate; mereka bakal memaklumi kok kalau kita jelasin.
Edinburgh sendiri punya mesjid besar nan nyaman persis di depan kompleks kampus George Square yang di area akhwat ada kajian Al-Qur’an secara berkala *saya gatau gimana kalau ikhwan*. Begitupun dengan KIBAR (Keluarga Islam Indonesia di Britania Raya) Edinburgh yang punya kumpul berkala. Selagi punya jadwal yang teratur sebagai mahasiswa dan menjadi minoritas, menurut saya ini saat terbaik untuk memperdalam jati diri Islam sebelum berbakti di tanah air :)
–
Akhir kata, seperti temen-temen lain, hidup tentu ga sepenuhnya mulus di sini. Cuma.. that’s life. Allah has a plan for us, and we are exactly where He wants us right now. Walau yang sering kami upload adalah foto jalan-jalan/kumpul-kumpul, tapi semua orang bekerja keras di sini. Temen yang hampir tiap minggu ada di kota atau negara yang berbeda ya bergadangnya lebih getol dari saya. Berada di tanah rantau juga ngebikin orang-orang sama sekali ga segan buat saling bantu. Seperti waktu saya didiagnosis measles, dengan sangat bikin terharu temen-temen ngebawain makanan, buah, obat-obat-an ke depan kamar dan nelpon berkali-kali buat mastiin saya ga males makan. Orang-orang baik itu sukses meruntuhkan kepercayaan lama saya bahwa “ga ada relasi tanpa ulterior motive“.
Kalau ngelist satu per satu orang yang udah berjasa membuat hari-hariku lebih mudah dan bermakna, ada buanyaaak nama yang perlu saya tulis. So… you know who you are. Please do believe that I am gratitude for meeting you all & goodluck buat 7 bulan terakhir ini! :)